Sabtu, 05 Oktober 2013

Penjelasan Mengenai Adat Istiadat dalam Keluarga Saya

1.        Teori
         Istilah adat istiadat  seringkali diganti dengan adat kebiasaan, namun pada dasarnya artinya tetap sama, jika mendengar kata adat istiadat biasanya aktivitas individu dalam suatu masyarakat dan aktivitas selalu berulang dalam jangka waktu tertentu. Menurut Soleman B. Taneko (1987: 12), adat istiadat dalam ilmu hukum ada perbedaan antara adat istiadat dan hukum adat. Suatu adat istiadat yang hidup (menjadi tradisi) dalam masyarakat dapat berubah dan diakui sebagai peraturan hukum (hukum adat). Pandangan bahwa agama memberi pengaruh dalam proses terwujudnya hukum adat, pada dasarnya bertentangan dengan konsepsi yang diberikan oleh Van den Berg yang dengan teori reception in complex menurut pandangan adat istiadat suatu tradisi dan kebiasaan nenek moyang kita yang sampai sekarang masih dipertahankan untuk mengenang nenek moyang kita juga sebagai keanekaragaman budaya. Istilah adat istiadat seringkali diganti dengan adat kebiasaan, namun pada dasarnya artinya tetap sama. Jika mendengar kata  adat istiadat biasanya aktivitas individu dalam suatu masyarakat dan aktivitas ini selalu berulang kembali dalam jangka waktu tertentu (bisa harian, mingguan, bulanan, tahunan dan seterusnya), sehingga membentuk suatu pola tertentu. Adat istiadat berbeda satu tempat dengan tempat yang lain,demikian pula adat di suatu tempat. Adat istiadat yang mempunyai akibat hukum dinamakan hukum adat.  Adat istiadat juga mempunyai akibat-akibat apabila dilanggar oleh masyarakat, dimana adat istiadat tersebut berlaku. Adat istiadat tersebut bersifat tidak tertulis dan terpelihara turun temurun, sehingga mengakar dalam masyarakat, meskipun adat tersebut tercemar oleh kepercayaan (ajaran) nenek moyang, yaitu Animisme dan Dinamisme serta agama yang lain. Dengan demikian adat tersebut akan mempengaruhi bentuk keyakinan sebagian masyarakat yang mempercampur adukan dengan agama Islam (Iman Sudiyat, 1982: 33).
            Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengah, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman. menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan daerah masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo dimakamkan di kawasan ini. Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa surakarta dan Jogyakarta.
      Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu. Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan.

2.        Kasus/Artikel
                        Atas dasar teori yang ada maka masalah dirumuskan adalah Bagaimana adat dan istiadat yang berlaku dikeluarga saya.

3.        Analisis
               Adat istiadat timbul dari suatu kebiasaan yang dilakukan secara terus - menerus dalam waktu yang lama. Sehingga kebiasaan tersebut ditetapkan menjadi suatu adat istiadat. Adat istiadat bisa menjadi norma, sehingga bisa menjadi tatanan atau aturan – aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengikat. Namun sangsinya bisa dikucil dari masyarakat.
                        Saya sendiri adalah seorang keturunan Jawa Timur, walau saya besar dan menetap di Jakarta. Tetapi walau saya dan orang tua saya sudah menetap di Jakarta tradisi Jawa Timur selalu melekat dalam diri saya dan teerutama mama saya. Seperti halnya pada saat kakak pertama saya merayakan pernikahannya mama mendatangkan langsung orang atau bisa di bilang dongkel ( di Tulungagung ) dari kampung mama saya (Tulungagung ). Kegunaan atau tugas dari dongkel tersebut adalah untuk membuat dan melaksakan acara yang bernama KEMBAR MAYANG. Kegunaan dari itu adalah untuk mempertemukan antara pengantin pria dan wanita. Selain itu acara seperti injek tanah, acara selametan khas Jawa Timur (TulungAgung), dan lain - lain selalu dilakukan oleh beberapa keluarga besar saya yang  sudah menetap di Jakarta.
                        Oleh karena itu tanpa berada langsung di kampung saya sudah merasakan secara langsung kekentalan budaya asli Jawa Timur ( TulungAgung ). Karena dalam sehari – hari juga keluarga kalau lagi berkumpul slalu menyediakan makanan Khas daerah saya langsung.

4.        Refrensi

http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur
http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Indonesiaku/Propinsi/Jawa-Timur/Seni-Budaya/Festival-Bandeng



Tidak ada komentar:

Posting Komentar